Selasa, 31 Maret 2015

Belajar Bersahabat dengan Alam di Rumah Hijau Denassa

Cerita dari Field Trip SD Islam Al-Azhar 34 Makassar
oleh Darmawan Denassa (Pendiri Rumah Hijau Denassa)

Sesuai rencana Selasa (31/03/2015) agenda Field Trip SD Islam Al-Azhar 34 Makassar akan dilaksanakan di Rumah Hijau Denassa (RHD). Para peserta telah berkumpul di Pelataran Mappasomba pada 09.05 Wita. Mereka berjumlah 99 dari 120-an peserta didik kelas V didampingi 10-an guru dan beberapa orang tua mereka yang tergabung dalam jamiah, organisasi sejenis komite sekolah. Sedangkan RHD dibantu teman-teman dari Sahabat Indonesia Berbagi (SIGI) Makassar.



Kegiatan yang berlangsung dalam sehari pembelajaran ini, bertajuk 'Alam Sahabat Kita'. Sebelum pelaksanaan kegiatan beberapa orang guru telah mengunjungi RHD hingga dua kali untuk melakukan survey dan diskusi dengan kami.  Pada 25/3 saya diundang memberi penjelasan ke peserta, dihadiri  112 orang peserta, yang berlangsung di Mushallah Al-Azhar. Saya menjelaskan tentang aturan RHD antara lain tidak diperkenankan membawa bekal yang berpotensi menimbulkan sampah anorganik seperti plastik, memuliakan tumbuhan dan hewan, serta sekilas mengisahkan latar belakang RHD.

Siswa SD Islam Al-Azhar di Pelataran Karannuang (31.04.2015)
Dalam kunjungan itu, saya bersama enam orang guru kelas V, di sekolah ini, kelas V dibagi dalam enam rombel, mematangkan kembali persiapan kegiatan. Karena jumlah mereka yang banyak maka kami sepakat membagi mereka dalam beberapa kelompok dengan memberi nama flora dan fauna yang ada di RHD. Maka dibagilah kelompok mereka dalam Katangka, Bayur, Tumbergia, Pote, Cui-Cui, Sriti.

* * *

Kembali ke pelaksanaan kegiatan hari ini, setelah berkumpul dan menyatukan mereka  dalam kelompok masing-masing. Mereka diberi snack sebelum memulai kegiatan. Mereka kemudian masing-masing mendapat sebuah caping (saraung) sebagai penghalau panas di persawahan.

Mr. Ramli yang memandu kegiatan mengarahkan mereka berjalan menyusuri lorong selatan yang menjadi batas antara rainforest dan blackspot. Sesampai di batas kampung dimana hamparan sawah meluas ke barat mereka turun menyusuri pematang. Kelompok pertama sampai ke sawah beranggotakan laki-laki, mereka tampak santai menginjak lumpur.

Namun ternyata, banyak dari mereka belum pernah turun langsung ke sawah, khususnya peserta perempuan.  Kelompok terakhir saat  menuju persawahan beberapa siswi berteriak-teriak karena geli menginjak lumpur. Saya sempat khawatir dengan mereka, namun guru mereka menyampaikan bahwa itu proses belajar bagi mereka.

Benar saja,  setelah diberikan pemahaman bahwa lumpur yang mereka injak tidak kotor dan najis mereka mulai tenang.

Sesi yang dinantipun tiba, meski kelompok pertama dan beberapa kelompok yang duluan tiba di areal panen telah menikmati panen dan lumpu. Mengikuti sesi panen, peserta perempuan ternyata antusias mencoba memotong padi dan memisahkan bulir-bulir padi dari tangkainya dengan cara memukulkan kealat pemisah yang terbuat dari kayu, secara lokal alat sederhana dari kayu itu disebut paktabbassang.
 
* * *
Selalu Menemukan Pembelajaran Penting

Ya,  selalu ada pembelajaran penting setiap belajar pada alam. Seperti halnya perbincangan singkat saya dengan Aliyah.
"Denassa, pasti capek ya jadi petani? Sy sudah haus" tanya Aliyah salah satu peserta,  padahal baru 10 menit mereka tiba di sawah.
"Iye, nanda, karena itu jangan sia-siakan makanan yangg menjadi rezki nanda" Denassa.
Gadis kecil itu tersenyum dan meminta sabit yang saya pegang untuk mencoba memotong batang padi. Beberapa saat setelah itu, di pematang dekat jejer pohon timun (Cucumis sativus), ia tampak menyemangati temannya. 

Saat istirahat kembali dari sawah dan belajar plasma nutfah Kepala SD Islam  Al-Azhar 34 Makassar, Herman Hading, datang berkunjung ke lokasi kegiatan didampingi beberapa orang staf. Beliau disambut

Selain panen padi di areal persawahan RHD, siswa SD Islam Al Azhar juga belajar flasma nutfah (flora dan fauna) yang telah diselamatkan di kawasan RHD. Mereka melihat cicak terbang (Draco volans), Burung Pote (Trichastoima celebense), Burung Pengisap Madu Sriganti (Nectarinia jugularis), aneka capung.
Burung pote atau Pelanduk Sulawesi salah satu burung endemik sulawesi yang menjadikan RHD sebagai tempat berkembang biak. "Adik-adik bisa tenang sejenak, Saya akan panggilkan burung yang hanya bisa ditemukan di daratan Sulawesi, namanya Burung Pote" begitu pinta saya ke mereka dan mereka menuruti. sebelumnya beberapa orang sudah selalu manangih agar burung pekicau itu dipanggil. Dengan memutar kembali suara burung induknya, seokor Pote jantan datang dan berkicau, merekapun (siswa" itu) saling berbisik, " itu burungnya datang, itu disana". Sejak setahun terakhir kami sudah biasa memanggil burung itu jika ada pengunjung yang ingin melihat salah satu burung yg telah langka di kawasan Mamminasata itu.

Sedangkan pohon yang diperkenalkan dengan mereka antara pohon kayu manis, eboni (kayu hitam), bayur, maja pahit, Biraeng, Rao, dll. Jenis perdu Patikala, Jahe merah, lempuyang wangi, dll. bunga-bungaan antara lain  tumbergia.

"Terima kasih sudah menerima kami, semoga kedepan bisa tetap bekerjasama dengan RHD" ucap kepala SD Islam Al Azhar sebelum meninggalkan RHD, beliau mantan kepala SMAN 1 Makassar.