Rabu, 15 Agustus 2018

Pisang dan Rumah Hijau Denassa

RHD. Eda Tukan di Pelataran Mappasomba, RHD
Buah Pisang merupakan buah pertama yang saya jumpai di Rumah Hijau Denassa (RHD). Selain rasanya yang enak, pisang juga mengenyangkan. Sama seperti proses Residensi Pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan Penggiat Literasi Bidang Sains 2018 ini. Menyenangkan dan memberi banyak inspirasi.
* * *

SAYA memulai perjalanan belajar kali ini (31.7.18) pada pukul 07.30 Wita dari Gewayan Tana, Flores Timur. Menyinggahi Kupang, kembali lagi ke pulau Flores, lalu melanjutkan perjalanan ke Kota Daeng, Makassar.
Saya Senang sekali ketika tiba disambut teman kecil bernama Deden. Dia diajak saya keliling sebentar di kota Makassar, menikmati coto lalu melanjutkan perjalanan ke Gowa mencari Rumah Hijau Denassa (RHD).

Asri. Satu kata yang ada dalam benak saat memasuki kawasan konservasi lingkungan dan edukasi di Kelurahan Tamallayang, Kecamatan Botonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini. Sebuah pusat konservasi flora dan fauna yang didirikan secara mandiri oleh Darmawan Denassa. Kurang lebih 500 jenis tumbuhan dan puluhan jenis fauna dapat ditemukan dalam kawasan seluas 3 Ha ini.  RHD dalam kesan saya yang pertama, perpaduan warna hijau tumbuhan, biru langit, dan warna-warni beragam buku menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Kelompok anak yang berproses disini disebut Kelas Komunitas, mereka seperti Sahabat SimpaSio di Serambi Pustaka, SimpaSio Institut. Rumah yang selalu saya rindukan ketika jauh.

Saya jatuh hati pada penerimaan dan pembawaan diri mereka, Kelas Komunitas RHD. Anak-anak berdarah Makassar ini supel, ramah, terbuka, dan tentu saja punya rasa ingin tahu yang tinggi.

Acara pembukaan Residensi Penggiat Literasi 2018 Bidang Literasi Sains dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini dikemas jauh dari kata formal. Happy dan fun. Kami duduk melingkar di atas rumput di salah satu pelataran. Berkawan penganan khas Gowa kami menikmati tarian Mappadendang yang dibawakan anak-anak Kelas Komunitas RHD.

Kak Denassa selalu menyuguhkan cerita dan filosofi  hidup masyarakat Bugis-Makassar dari setiap penampilan. Tumbuhan, hewan, kuliner, tarian, dan nyanyian punya kekuatan dalam cerita-ceritanya.
Ditambah  cerita-cerita inspiratif dari teman-teman penggiat literasi dari Sabang sampai Marauke yang hadir sebagai peserta, semakin mengalahkan kepenatan perjalanan.

Satu hal lagi yang menarik bagi saya adalah alunan musik dan lagu khas Sulawesi Selatan yang terdengar dari pengeras suara di kawasan ini.
Alunan irama musiknya mengalun ala keroncong melayu selaras dengan suara merdu penyanyinya membuat betah. Semakin lengkap karena dinikmati dengan segelas teh hangat dan umba-umba, kue dari tepung ketan berisi gula aren dibaluti parutan kelapa. Kue itu seperti onde-onde di Flores atau klepon di Jawa.

Proses residensi di Rumah Hijau Denassa memberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat kehidupan masyarakat Gowa, menumbuhkan dan merawat kegemaran membaca serta menulis, saling memotivasi dengan berbagi cerita inspiratif.  Kesempatan belajar pada proses ini menjadi hal yang sangat saya syukuri. Bertemu para pejuang literasi, belajar bersama, dan saling mengingatkan untuk tetap mempertahankan karakter dan menjaga idealisme■ Eda Tukan



Eda Tukan bernama lengkap, Magdalena Oa Eda Tukan salah seorang peserta Peningkatan Kapasitas Pengelola TBM dan Penggiat Literasi (Residensi) Bidang Sains yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keseaksaraan dan Kesetaraan Kemendikbud RI 2018 di Rumah Hijau Denassa. Eda, demikian sapaannya berasal dari Flores Timur, penggiat di SimpaSio Institut■